Memang sangat disayangkan minat turis local maupun dari luar tidak lagi ramai seperti dulu ,emang benar apa yang dikatakan oleh Tina Melinda dikoran Kompas yang menghawatirkan wisata danau toba ini.ada juga seorang penulis asal tanah batak ini menulis tentang Danau toba ini :
Oleh `Arifin Hutabarat
Dulu Danau Toba menggaung baik di dalam maupun mancanegara sebagai tempat wisata yang prestisius, salah satu kebanggaan negeri ini. Gaung indahnya Danau Toba mendorong siapa pun ingin ke sana, yang hanya ditempuh melalui Bandar Udara Polonia, Medan, kurang lebih 4 jam berkendaraan mobil.Danau Toba itu berbeda dari danau lain yang ada di Asia. Danau yang terbentuk 80.000 tahun lalu dari letusan gunung berapi ini berada 906 m di atas permukaan laut sehingga temperatur di sana sejuk sepanjang tahun sekitar 20 derajat Celcius. Kedalaman Danau Toba sekitar 150 m dengan luas sekitar 1265 km2 belum termasuk pulau Samosir di tengah danau yang kelilingnya berukuran 90km, atau sekitar 8 jam dikelilingi dengan perahu motor. Pulau Samosir dicapai dengan perahu motor atau feri dari Kota Parapat hanya sekitar 30 menit. Ada juga feri berjadwal satu jam sekali, ke dan dari pulau Samosir mulai jam 07.00 –19.30 WIB. Penginapan mulai homestay sampai hotel berbintang ada, fasilitas kafé, restauran, perpustakaan sederhana, serta internet café tersedia. Fasilitas tersebut berada di desa di tengah kehidupan masyarakat tradisional pulau Samosir .Pada bukit-bukit hijau pulau Samosir terdapat air terjun yang terlihat seperti garis putih dari tengah bukit hingga ke bawah bukitnya bila dipandang dari kejauhan. Bila dilihat lebih dekat lagi ternyata merupakan semburan aliran air bening, Belum lagi pemandangan bukit dengan pohon pinus dan rumput hijau yang mengelilingi Danau Toba.Duh indah sekali , kita jadi bertanya sendiri kenapa orang tidak ke Danau Toba?Perjalanan menuju Danau Toba mulai dari Medan hingga Kota Parapat baik melalui Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar, atau rute turis mulai dari desa Pematang Purba-Karo sampai Brastagi sama menyenangkannya.Melalui Tebing Tinggi dan Pematang Siantar dapat dilihat suasana masyarakat tradisional yang religius, kebiasaan-kebiasaannya, termasuk kebiasaan makanannya. Perjalanan melalui rute turis, yakni mampir ke daerah Simarjarunjung, lalu ke rumah bolon Pematang Purba, dan melihat air terjun si Piso-Piso di Tongging, Karo dan ke pasar Brastagi menjadi perjalanan wajib untuk melengkapi wisata ke Danau Toba. Alangkah berkesan wisata di sekitar Danau Toba. Yang dewasa ini akan terbersit dalam benak adalah kenapa sepertinya sentuhan perhatian pada objek wisata di sekitar Danau Toba tidak lagi ada?Sekarang tinjaulah, sedikitnya 6 tahun sudah Danau Toba menderita karena drastisnya penurunan kunjungan turis. Beberapa sarana publik dan fasilitas di Danau Toba khususnya di tourist spots, terlihat sudah jauh di bawah standar pemeliharaan. Saat datang ke Ambarita Village sebelum menginjakkan kaki di dermaga dari perahu motor, guide akan menyarankan untuk berhati-hati melangkah di dermaga. Lantai kayu pada beberapa bagian telah lapuk, khawatir tamu terperosok jatuh.Toko-toko souvenier yang berdinding kayu tidak disenikan padahal mereka menjual barang seni sebagai buah tangan para wisatawan. Deretan toko berdinding kayu pucat yang membentuk lorong, akan menyambut kita di hampir semua tempat turis di sana. Ada rasa prihatin dari kondisi buram pertokoan ini.Di Tomok di mana sejarah makam Raja Sidabutar yang ratusan tahun berada , sudah sejak 25 tahun lalu tidak pernah disentuh oleh upaya perbaikan agar terlihat menarik, sebaliknya yang ada kesan semaunya dan penuh ketidakpedulian.Di Tongging , pemandangan di sebelah utara Danau Toba, saat mengunjungi lokasi air terjun si Piso-Piso, di sana-sini tersebar sampah, rumput yang tidak terawat, tidak ada kamar kecil dan sejenisnya untuk kepentingan umum. Orang asing pasti geleng kepala. Malas untuk kembali lagi.Sebenarnya masih ada beberapa fakta kelalaian pemeliharaan terhadap objek wisata di sana, tapi masyarakat tidak dapat disalahkan. Namun, Anda pun niscaya akan bertanya mengapa pemerintah setempat tidak ambil perduli? Di mana saat ini semua destinasi wisata bersaing terutama dalam mendatangkan inbound tourist, objek wisata tidak semestinya dibiarkan begitu saja, asal ada. Perlu peningkatan kualitas destinasi walau belum ada spot tourist yang baru . Aspek keindahan, kebersihan, dan kenyamanan telah luput dari perhatian pengelola objek wisata. Itulah aspek yang akan memikat wisatawan untuk berbondong-bondong ke Danau Toba. Maka tinjaulah Danau Toba.SEMOGA SUKSES
INFO LAINNYA tentang link2 bagus atau daftar list GPTC
NORTH SUMATRA
North Sumatra is one of Indonesia's last surfing frontiers. "North Sumatra" consists of 5 islands or island groups: Hinako Islands, Nias, Telos and 2 other obscure island groups to the north. North Sumatra receives similar swell to Mentawais and enjoys its peak swell season from May to September. Despite Indonesia's reputation for hollow lefts, in North Sumatra right-handers are slightly more prevalent. While Lagundri Bay at Nias has been surfed for decades, it is the more obscure rights like Bawa (a Sunset-like right bowl that holds up to 15 feet) and Treasure Island (a long, hollow, mechanical right peeling for 200 meters) that have attracted the attention of late. Throw a mix of hollow and bowl lefthanders into the picture like Asu, Afulu, the Machine, and many more obscure rights and lefts.
In contrast to the small island of Bali, North Sumatra province is large with one of the biggest lakes in the world, Toba Lake, at its navel. The continuous mountain of Bukit Barisan, which extends from Aceh at the tip of Sumatra island to Lampung at the bottom of the island, guards the province on the west side, providing home for thick, tropical jungles and lush vegetations. As you go down the western mountains towards the beaches of the east, mountain streams, strong rivers, and gorgeous waterfalls will accompany you.
Along the length of this province crosses Bukit Barisan Mountains with peaks of numerous volcanoes. The land has thick virgin forests, lush vegetation, rice fields, mountain streams, rivers, waterfalls and sandy beaches. It has a rich flora and fauna. An abundance of birds, butterflies, buffaloes, deer, mouse deer, orangutans and many other export commodities make North Sumatra one of the richest provinces in Indonesia, as it produces more than 30 % of Indonesia's exports. The province offers the visitors, especially nature lovers, beautiful tropical panoramas, terraced rice fields, blue mountains, jungle covered hills, white sandy beaches, music, dance and folk arts.
Relative to Bali, North Sumatra has very heterogeneous ethnic groups, and thus, cultures. The people of the eastern coasts, also known as the Malays (Melayu) have markedly different traditions and culture from Batak highlanders who live around Toba Lake and Samosir Island. Further south, the Mandailings and Angkolas, and Nias Island, have yet more flavors of traditions and culture. Besides them, there are several ethnic groups who live in Medan and other towns of North Sumatra. Its largest groups are Chinese and Indian, who being naturalized Indonesian citizens. 
Other Indonesian tribes like Acehnese, Minangkabau, Javanese, etc also live in many parts here. Each of the mentioned tribes as well as the ethnic groups has its own dialect, religion, beliefs, traditional customs, etc. Arts and cultures make this region, a paradise for social scientists. Among the ancient Indonesian cultures, which can be seen at Samosir Island, are the centuries old tombs of Batak Toba kings and a stone-table with its benches, where the Siallagan chiefs formerly held meetings.
Geographically
North Sumatra province has 70,787 sq km width. Geographically, it is located between 1o and 4o North Latitude and between 98o and 100o East Longitude. The area is Borders with:
- North side: the special territory of Aceh
- South side: West Sumatra Province and Riau Province
- West side: Indian Ocean
- East side: Malacca Strait
Administratively
North Sumatra Province is divided among 11 regencies, 6 municipals, and 3 administrative towns with Medan as its capital city.
Geology
Composed of coastal areas, lowlands, plateaus, and mountains.
Humidity: Varies between 79% and 96%.
Climate
As one of Indonesia islands, North Sumatra has rainfall of 1,100-3,400 mm per year. It temperature is range between 18o C and 34o C.
Demography
Historically, North Sumatra Province has a migration flow of population either from other provinces because of the existence of heavy plantation in this province or migration to other areas for studying and expanding business. Since population mobility is high, there are multi ethnics on the community. In 1994, the population density of North Sumatra Province reached 157 people per Km2. Compared to the average national population growth (2.144% per year), this province was on the lower level with 1.53% per year. The projection population composition in 1997 can be seen on the following table.
Affiliate Banner
